Euforia Band Rock 1970-an – Rivalitas antarband rock di era 1970-an sensasional, melainkan kwalitas karya terjaga sebab kritik musik masih kuat.
Menurut Akademisi Seni Musik Universitas Pasundan, Djaelani, kritik musik masih kuat sebab majalah Aktuil – yang muncul perdana pada 1967.
Aktuil adalah sumber rujukan aktual dari perkembangan musik Barat. Malahan, Aktuil bisa membentuk opini pembaca Slot Gacor untuk memilih musik mana yang seharusnya diperdengarkan saat itu.
“Aktuil menjadi tolok ukur saat itu, Aktuil juga mendukung orang untuk berpikir kritis. Kecuali itu banyak juga yang membeli Aktuil untuk menerima poster-poster bintang Rock, seperti Mick Jegger, David Bowie yang ukuruannya bisa sebesar pintu. Di dalamnya juga ada chord nyanyian dan hadiah gambar setrika,” ujar Akademisi Seni Musik Universitas Pasundan, Djaelani, diberitakan dari Antara.
Rivalitas antarband rock: rtp Aktuil kerap menampakkan konser band rock dengan konsep menyerupai laga tinju. Contohnya, God Bless vs AKA.
“Rivalitas itu dibuat juga. Iklannya memang dibuat kayak berkelahi, dua band diadu dan itu menjadi kekuatan tarik masyarakat. Mereka datang sebab itu,” tutur Djae.
Di dalam konser hal yang demikian, nampak siapa fans-fans fanatik dari band kesayangannya. Meskipun, kekerabatan para band-band hal yang demikian hakekatnya baik-baik saja. Aksi pentas masing-masing band juga menjadi kekuatan tarik dari penonton. Saat itu ada aksi-aksi pentas seperti minum darah kelinci, yang sengaja ditonjolkan dalam iklan konser musik rock.
“Contohnya nih, AKA sama Rawa Rontek. AKA digembar-gemborkan mau memakan kelelawar. Nah si Rawa Rontek diberitakan akan menusuk lehernya, sehingga si Bachtiar (vokalis Rawa Rontek) belajar debus untuk melaksanakan aksi hal yang demikian. Jadi rivalitasnya enggak sebatas musik saja melainkan juga sampai ke aksi pentas,” ujar Djae.
Kontradiksi dapur rekaman: Meskipun band-band rock pada era 1970-an menjelma gahar di pentas, melainkan belum tentu Slot Gacor terjadi di dapur rekaman.
Pengarsip musik dari Melodi Nusantara David Tarigan menyuarakan, band-band rock hal yang demikian dipaksa para cukong label rekaman untuk membikin nyanyian-nyanyian yang laku di pasaran.
“Di era 1970-an di rekaman sama, di pentas bisa beda, di dalam satu album mereka contohnya ada 12 nyanyian, paling mereka diberikan kebebasan membikin nyanyian cuma dua. Sisanya musik-musik yang laku di pasaran,” tutur David.
Saat itu salah satu variasi musik yang laku di pasaran adalah yang mendayu-dayu. ‘Cetak biru’ dari musik mendayu-dayu hal yang demikian disusun oleh Koes Plus sekitar tahun 1969.
Koes Plus sedang terinspirasi oleh Bee Gees, tampil di Monas dengan membawa nyanyian ‘Manis dan Sayang”. Penampilan itu mendapat perhatian band-band yang juga akan tampil di acara hal yang demikian. Koes Plus telah berhasil menyanyi nyanyian Indonesia dengan gaya mereka sendiri.
Vokalis AKA, Utjok Harahap kerap menampakkan sesuatu yang liar di pentas, misal kaki diikat ke atas dan kepalanya terjuntai ke bawah. Tapi, di dalam albumnya mereka seharusnya membawakan nyanyian “Badai Bulan Desember” yang mendayu-dayu.
Dalam bukunya ‘Lokasi Tak Ditemukan’, Taufiq Rahman menyebut, AKA Slot Online yang adalah kolektif rock n roll par excellence telah melaksanakan ‘bid’ah rock n roll’ dengan merilis nyanyian-nyanyian non-rock, seperti keroncong, dangdut, dan pop melayu.
Senada, Harry Pochang adalah bagian dari Gang of Harry Roesli juga mengakui bahwa rock yang garang, melainkan di dalam albumnya belum tentu demikian. Karena, industri musik rock baru dimulai dan produser minta mereka untuk mencontoh musik yang lebih diminati oleh pasar.
“Konsisten saja rock yang garang singlenya enggak demikian itu, melainkan kita enggak turut-turut demikian itu. Walhasil kita mencari identitas, di album Spot Api kita gabungin musiknya dengan gamelan Sunda,” sebutnya.
Dia menyebut, ide untuk menggabungkan musik rock dengan gamelan sunda itu dibuat secara spontanitas saja.
Tinggalkan Balasan